Pejuang Dua Garis Biru

Sudah satu setengah tahun usia pernikahanku dan kami belum diberikan keturunan. Mungkin bisa dibilang terlalu cepat untuk bersedih karena aku tahu bahwa masih banyak pasangan yang sudah bertahun-tahun berjuang untuk dapat dua garis biru, ya menunggu hadirnya buah hati.

Pejuang dua garis biru
(source: freepik.com/free-photo/sad-woman-complaining-holding-pregnancy-test-sitting-bed_3395847.htm)

Tapi hati siapa yang tak sedih melihat teman yang menikah setelah kalian atau bahkan baru menikah memposting foto hasil USG ataupun menggendong anak? Bukankah anak itu adalah rezeki? Iya, aku tahu. Tak boleh aku iri dengan itu semua, walau kadang setan mengguncang hati ini.


Turut bahagianya aku melihat mereka memajang foto USG dan bersyukur juga dengan mereka yang persalinannya lancar. Allah Maha Baik!


Entah rahasia Allah apa yang akan diberikan kepadaku dan sebagai hamba tentunya harus terus ikhtiar. Dalam perjalannya mungkin tidak selalu mulus, tapi yang terpenting kita harus tetap berpikiran positif.


Semakin kesini rasanya hati ini semakin ikhlas dengan semua ketetapan dari Yang Maha Kuasa. Setiap bulan saat masa haid datang, tak ada lagi rasa kecewa karena dua garis biru belum juga muncul. "Tidak apa-apa" batinku, karena aku tahu mungkin belum saatnya.


Apakah aku yakin sudah siap jadi orangtua?

Kalimat itu kini sering terlintas di kepala. Kadang aku berpikir mungkin memang aku belum siap menerima dua garis biru. Menjadi orangtua itu bukan suatu pekerjaan yang bisa berhenti kapan saja saat kita sedang lelah. Menjadi oranguta itu adalah peran yang harus kita jalani seumur hidup.


Berkaca dari pengalaman orang terdekat, sungguh tidak mudah mengurus anak. Ditambah lagi apabila kondisi kedua orangtuanya bekerja dan belum ada asisten untuk mengurus anak, lantas siapakah yang akan mengurusnya? Kebanyakan adalah orangtua kita atau nenek-kakek dari si anak.


Untuk yang sudah financial stable, mungkin anak bisa diurus menggunakan jasa daycare. Tapi ada juga yang dari nenek-kakek "tidak percaya" apabila cucu mereka dititipkan tanpa ada keluarga yang mengawasi.


Jika diurus oleh orangtua kita, biasanya ada beda pendapat tentang "kebiasaan" mengurus anak jaman dahulu dengan sekarang. Belum lagi kadang urusan rumah tangga lain yang jadi satu paket dengan anak seperti baju kotor, makanan anak, dan sebagainya menjadi ajang penilaian dari orangtua terhadap kita.


Memang pasti butuh proses bagi kita untuk menjadi orangtua dan mengurus semuanya dengan "benar", tapi kadang mereka lupa bahwa kita sedang belajar.


Dua garis biru dan kebahagiaan

Hakikatnya manusia menikah adalah untuk melanjutkan kehidupan dengan keturunannya. Namun jika dua garis biru adalah patokan kebahagiaan, aku sangat tidak setuju. Memiliki anak sebenarnya adalah suatu pilihan. Pilihan yang kita buat tentunya kembali kepada Yang Maha Menentukan.


Untuk mendapatkan dua garis biru bisa jadi adalah hal yang harus diperjuangkan sedemikian kerasnya, bahkan butuh waktu dan biaya yang tidak sedikit. Lantas apakah mereka tidak bisa bahagia jika tidak memiliki keturunan?


Anak tentunya membawa kebahagiaan tersendiri, tapi bukan berarti kita tidak bisa bahagia tanpanya.

 

Dengan atau tanpa dua garis biru, kebahagiaan akan selalu ada karena "Kebahagiaan adalah kita yang menciptakan."

0 komentar:

Post a Comment