Perjalanan rumah tanggaku memang baru mau menginjak 2 tahun, tapi kehidupanku sudah banyak berubah. Sebelum menikah, aku pernah berambisi untuk menjadi wanita karir yang sukses tapi setelah menikah justru timbul keinginan untuk menjadi ibu rumah tangga.

(source: freepik.com/premium-vector/super-mom-stressed-mother-business-housework-activities_4617615.htm)

Situasi pandemi ini pun telah mengubah cara bekerja kita. Sebagai seorang istri yang juga bekerja, dengan adanya kebijakan untuk bisa bekerja dari rumah (work from home) membuat aku bisa memaksimalkan waktu di rumah. Kalau berpikir kerjanya jadi lebih ringan, oh tentu tidak haha


Untuk ukuran aku yang belum punya anak saja, kerjaanku justru jadi berkali lipat lelahnya. Bayangkan aja, pagi selepas subuh sudah ada yang dikerjakan entah cuci baju (ini sepaket sama menjemur ya), angetin makanan, masak, bebenah rumah, atau bahkan menyetrika pakaian.


Berbeda saat kerja kantoran, mungkin hanya sempat untuk menyiapkan makanan dan cuci baju. Itu pun cuci baju kadang dilakukan per 2 hari. Urusan bebenah rumah juga dulu biasanya dilakukan di weekend atau ya mungkin tengah minggu. Sekarang karena segala aktivitas dilakukan di rumah, tentu rumah jadi lebih mudah berantakan.


Ditambah lagi karena aku yang ngga begitu suka ngeliat tempat berantakan. Ya walaupun kadar kerapihannya masih dibawah ibu dan ibu mertuaku sih hehe, tapi tetap aja ini juga yang bikin ada aja domestic work yang dikerjakan tiap hari. Setelah semua pekerjaan rumah kelar, baru aku bisa mengerjakan kerjaan kantor.


Eh tapi kadang ada aja yang bikin kita ngga bisa fokus sama kerjaan kantor. Maksudnya, seperti terpotong untuk melakukan hal yang terkait urusan rumah. Alhasil, jam kerja kantor kita kadang jadi seperti lembur. Ya itu konsekuensi karena aktivitas kita sendiri sih.


Tapi dengan work from home, aku berpendapat bahwa sebenarnya kita bisa menjadi wanita karir yang bisa mengurus rumah tangga juga daripada harus memilih di antara keduanya. Kalau ada yang harus dikorbankan, sudah tentu ya jam istirahat dan butuh tenaga ekstra.


Apapun pilihanmu, baik wanita karir, ibu rumah tangga, ataupun menjadi keduanya, kita wanita harus tetap bisa menempatkan diri. Jangan sampai karena merasa berhasil menjadi wanita karir kemudian bertindak superior terhadap pasangan. Ataupun ketika memilih menjadi ibu rumah tangga, kita harus tetap belajar dan tahu perkembangan dunia luar, lebih bagus lagi bila kita punya keterampilan tambahan agar kita tidak melulu hanya bergantung dengan pasangan.

Sudah satu setengah tahun usia pernikahanku dan kami belum diberikan keturunan. Mungkin bisa dibilang terlalu cepat untuk bersedih karena aku tahu bahwa masih banyak pasangan yang sudah bertahun-tahun berjuang untuk dapat dua garis biru, ya menunggu hadirnya buah hati.

Pejuang dua garis biru
(source: freepik.com/free-photo/sad-woman-complaining-holding-pregnancy-test-sitting-bed_3395847.htm)

Tapi hati siapa yang tak sedih melihat teman yang menikah setelah kalian atau bahkan baru menikah memposting foto hasil USG ataupun menggendong anak? Bukankah anak itu adalah rezeki? Iya, aku tahu. Tak boleh aku iri dengan itu semua, walau kadang setan mengguncang hati ini.


Turut bahagianya aku melihat mereka memajang foto USG dan bersyukur juga dengan mereka yang persalinannya lancar. Allah Maha Baik!


Entah rahasia Allah apa yang akan diberikan kepadaku dan sebagai hamba tentunya harus terus ikhtiar. Dalam perjalannya mungkin tidak selalu mulus, tapi yang terpenting kita harus tetap berpikiran positif.


Semakin kesini rasanya hati ini semakin ikhlas dengan semua ketetapan dari Yang Maha Kuasa. Setiap bulan saat masa haid datang, tak ada lagi rasa kecewa karena dua garis biru belum juga muncul. "Tidak apa-apa" batinku, karena aku tahu mungkin belum saatnya.


Apakah aku yakin sudah siap jadi orangtua?

Kalimat itu kini sering terlintas di kepala. Kadang aku berpikir mungkin memang aku belum siap menerima dua garis biru. Menjadi orangtua itu bukan suatu pekerjaan yang bisa berhenti kapan saja saat kita sedang lelah. Menjadi oranguta itu adalah peran yang harus kita jalani seumur hidup.


Berkaca dari pengalaman orang terdekat, sungguh tidak mudah mengurus anak. Ditambah lagi apabila kondisi kedua orangtuanya bekerja dan belum ada asisten untuk mengurus anak, lantas siapakah yang akan mengurusnya? Kebanyakan adalah orangtua kita atau nenek-kakek dari si anak.


Untuk yang sudah financial stable, mungkin anak bisa diurus menggunakan jasa daycare. Tapi ada juga yang dari nenek-kakek "tidak percaya" apabila cucu mereka dititipkan tanpa ada keluarga yang mengawasi.


Jika diurus oleh orangtua kita, biasanya ada beda pendapat tentang "kebiasaan" mengurus anak jaman dahulu dengan sekarang. Belum lagi kadang urusan rumah tangga lain yang jadi satu paket dengan anak seperti baju kotor, makanan anak, dan sebagainya menjadi ajang penilaian dari orangtua terhadap kita.


Memang pasti butuh proses bagi kita untuk menjadi orangtua dan mengurus semuanya dengan "benar", tapi kadang mereka lupa bahwa kita sedang belajar.


Dua garis biru dan kebahagiaan

Hakikatnya manusia menikah adalah untuk melanjutkan kehidupan dengan keturunannya. Namun jika dua garis biru adalah patokan kebahagiaan, aku sangat tidak setuju. Memiliki anak sebenarnya adalah suatu pilihan. Pilihan yang kita buat tentunya kembali kepada Yang Maha Menentukan.


Untuk mendapatkan dua garis biru bisa jadi adalah hal yang harus diperjuangkan sedemikian kerasnya, bahkan butuh waktu dan biaya yang tidak sedikit. Lantas apakah mereka tidak bisa bahagia jika tidak memiliki keturunan?


Anak tentunya membawa kebahagiaan tersendiri, tapi bukan berarti kita tidak bisa bahagia tanpanya.

 

Dengan atau tanpa dua garis biru, kebahagiaan akan selalu ada karena "Kebahagiaan adalah kita yang menciptakan."

Kalau mendengar kata kuret kayanya identik dengan keguguran, naudzubillah. "Kuret sebenarnya adalah nama sebuah alat operasi untuk mengeluarkan jaringan dari dalam rahim. Prosedurnya disebut kuretase." (quote: Alodokter.com).


Nah, tanggal 24 Agustus 2020 aku melakukan kuretase untuk menghilangkan polip endometrium. (baca : Ada Polip Endometrium)

Sebenarnya dr. Mathius menyarankan untuk menggunakan histeroskopi tapi karena di RS Moh Ridwan Meuraksa tidak menyediakan fasilitas tersebut jadinya ya kuret biasa.

Pengalaman Melakukan Kuret
(source: freepik.com)

Aku mulai masuk RS untuk persiapan operasi dari malam tanggal 23 Agustus 2020. Malam itu juga aku mulai dipasang infus. Ini kali kedua aku dirawat di RS dan harus diinfus. Ya Allah, itu sampai 3 kali tusuk jarum di tangan baru berhasil masuk infusannya karena katanya pembuluh aku tipis jadi susah ketemunya haha...


Singkat cerita, untuk persiapan tindakan esok harinya aku juga harus puasa dari jam 3 pagi sampai selesai operasi. Aku dijadwalkan untuk tindakan operasi pukul 09.30. Sebelum itu, aku dicek tekanan darah dan juga disuntik antibiotik untuk memastikan bahwa tidak ada reaksi alergi. Oiya, aku juga diberi obat secara oral dan juga dimasukkan melalui vagina untuk merangsang pembukaan mulut rahim kata susternya. Setelah minum obat itu rasanya mules dan kram perut seperti orang mau menstruasi, ini juga efek ke aku jadi mencret-mencret haha...


Akhirnya tiba saat ke ruang operasi. Paling ngga suka operasi itu karena kita cuma berlapis sehelai kain terus didiemin lama gitu nunggu persiapan ruang operasinya. Mana dingin banget kan sampai aku ngeliat kuku kaki aku membiru gitu. Sebelum operasi ini disuruh buang air kecil, eh tapi malah mencret lagi hahaha... Maaf ya ini aku nulisnya terlalu terbuka :p


Nah, sampailah aku di meja operasi. Waktu konsultasi sebelumnya, aku tanya dr. Mathius katanya bius umum, tapi ternyata anastesinya ini bius lokal dong. Wah, itu aku deg-degan parah di ruang operasi soalnya kan aku pernahnya bius umum yang disuntik lewat infus. Kalo bius lokal ini disuntik melalui tulang belakang atau sering disebutnya bius spinal.

bius spinal
(source: atxortho.com)

Kurang lebih ilustrasinya seperti gambar di atas. Jadi ada perawat yang megangin bahu aku sambil badan aku dibungkukkan, kemudian dokter anastesi menyuntikan obat biusnya. Begitu jarumnya ditusuk, mantaaap banget dah tuh rasanya. Aku kaget kan tapi kata perawat jangan dilawan karena bahaya, jadi perawatnya nahan bahu aku itu untuk nahan reflek badanku. Perawatnya bilang lemesin aja jangan tegang, yauda pasrah aja dah orang jarumnya juga udah nusuk.


Pelan-pelan mulai terasa efeknya, pertama mulai dari pantat aku berasa kesemutan. Terus yang tadinya kaki kedinginan jadi berasa hangat gitu. Perawat menyuruh angkat kaki kanan dan kiri bergantian, sampai kaki aku tidak bisa diangkat berarti sudah bisa dimulai tindakannya.


kuretase
(source: mygynaec.com)

Proses kuret berlangsung sekitar 10-15 menit, tidak begitu lama. Setelah operasi ada nyeri dan sedikit kram perut. Setelah operasi, aku masih harus puasa sampai pukul 3 sore, jadi total puasa 12 jam. Tenang, rasa nyeri tidak begitu terasa karena masih ada pengaruh obat bius ditambah suntikan obat penghilang nyeri pada infus.


Oiya, biusnya menghilang pelan-pelan dari ujung kaki. Paling tidak enak ketika biusnya hilang sudah sampai pinggang, karena itu langsung berasa kandung kemih penuh tapi bingung gimana mau buang air kecil karena kaki masih lemes. Jadi ini tips kalau kalian harus bius spinal, misalkan biusnya sudah hilang di kaki dan kakinya sudah bisa diangkat, lebih baik pelan-pelan belajar berdiri dan jalan.


Keesokan harinya aku sudah boleh pulang, jadi total aku dirawat di RS itu 3 hari. Nah, untuk keseluruhan biaya operasi, perawatan, dan obat kelas 3 di RS Moh Ridwan Meuraksa itu Rp 5.813.631,- 


Pasca operasi kuret, aku juga harus tetap istirahat. Pas di RS sempat merasa sudah fit, tapi ternyata pas pulang ke rumah dan harus bolak-balik naik ke lantai 2 jadi berasa nyerinya. Tadinya udah mau olahraga aja tapi ya kutahan aja dulu sampai benar-benar sehat. Oiya, setelah kuret juga tidak boleh berhubungan badan kurang lebih 2 minggu, tapi untuk jaga-jaga lebih baik menunggu hingga setelah haid selanjutnya.


Semoga setelah proses ini, rahimku kembali sehat dan dengan izin Allah bisa langsung dikasih keturunan. Aamiin

Sehat selalu gaess!!

Setelah diketahui terdapat polip endometrium, aku masih bersikap santai karena kata dokter belum akan ada tindakan karena masih dalam observasi selama 3 bulan. Namun seminggu setelah pemeriksaan itu, tepatnya tanggal 14 Agustus 2020, aku mengalami pendarahan lagi setelah sehari sebelumnya berhubungan. Pikirku mungkin hanya sehari saja, jadi aku tidak ke dokter.

Ada Polip Endometrium
(source: freepik.com)


Keesokan harinya ternyata masih mengalami pendarahan disertai dengan kram perut, seperti halnya orang sedang menstruasi. Bedanya kalau ini terlihat darahnya berwarna cerah, seperti darah segar. Sampai siang, perut masih tidak enak dan baru memutuskan untuk ke dokter. Tapi sayangnya, hari itu (Sabtu) dr. Bambang di RS Harapan Bunda hanya praktek pagi dan tidak ada praktek minggu.


Karena merasa kram dan semakin lemas, akhirnya memutuskan Minggu pagi ke dokter di RS Bunda Margonda. Aku dan suami datang pagi untuk daftar konsultasi. Sebenarnya pagi itu ada dokter obsgyn yang praktek, tapi baca review beberapa orang kurang puas dokter tersebut. Jadi aku memutuskan untuk konsul ke dr. Selly Septina. Kebetulan jadwalnya berubah jadi jam 1 siang, jadi kami pulang dulu ke rumah.


Tiba waktunya konsultasi, hanya aku sendiri yang diizinkan masuk jadi suami menunggu di luar. Berbeda dengan di RS Harapan Bunda, mungkin untuk mentaati protokol kesehatan juga dikarenakan ruang konsultasi lebih kecil dan tertutup. Setelah aku jelaskan keluhanku, dokter menyuruhku untuk berbaring di meja ginekologi kemudian memeriksa dengan menggunakan speculum. Berbeda dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya, kali ini tidak terasa sakit sama sekali. Saat diperiksa bagian dalamnya, ada area yang sakit entah itu ditekan atau disentuh.


Akhirnya dokter menyuruhku ke tempat tidur untuk dilakukan USG transvaginal. Hasilnya sama dokter bilang ada polip di endometrium.


dr. Selly menyarankan untuk segera melakukan tindakan karena seringnya pendarahan. Akhirnya aku dijadwalkan untuk tindakan Jumat, 21 Agustus 2020. Sebelum tindakan, ada beberapa tes laboratorium yang harus aku lakukan, termasuk PCR atau swab test yang dilakukan esok hari (17 Agustus 2020).


Untuk pemeriksaan kali ini sudah habis Rp 1.264.519,-. Kemudian kami ke bagian informasi untuk menanyakan estimasi biaya lainnya. Dari informasi yang kami dapat,

  • Biaya PCR/ swab test Rp 2.000.000,-
  • Tes lab darah dan urin Rp 990.000,-
  • Biaya tindakan sekitar Rp 9.040.080,- (Di luar biaya kamar dan lainnya)


Aku dan suami sejujurnya bingung karena kami tidak menyangka akan sebesar itu biayanya. Akhirnya aku mengabari kakak dan ibuku sekaligus untuk meminta saran, tapi ujung-ujungnya kembali terserah padaku.


Setelah berdiskusi dengan suami, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan di RS Bunda. Keesokan harinya, aku ambil darah, urin, dan swab test. Total untuk biaya tes lab adalah Rp 2.748.000,-


Hasil tes darah dan urin bisa ditunggu tapi untuk hasil PCR akan dikabarkan jika sudah selesai, sekitar 2-3 hari. Di luar dugaan, malam harinya hasil PCR sudah selesai. Setelah semua hasil tes lengkap, aku dijadwalkan bertemu dengan dokter anastesi. 


Esok harinya, suamiku tiba-tiba menyuruhku menghubungi RS Moh Ridwan Meuraksa. Dia disarankan oleh ibunya untuk coba di sana. Aku sempat kesal karena sudah menjalankan tes darah dan PCR yang biayanya cukup mahal. Tapi ternyata dia sudah mencari tahu terlebih dahulu kalau biaya di RS Moh Ridwan Meuraksa jauh lebih terjangkau. Ya jelas sih perbedaannya karena itu rumah sakit militer.


Setelah mencari informasi lebih lanjut, akhirnya kami memutuskan untuk coba konsultasi serta ingin menanyakan apa bisa segera melakukan tindakan dengan menggunakan hasil tes dari RS Bunda. Tanggal 19 Agustus 2020, kami ke RS Moh Ridwan Meuraksa dan konsultasi ke dr. Mathius Simuruk Gasong.


Kami datang sekitar pukul 7 pagi untuk pendaftaran tapi ternyata dokternya baru ada pukul 10. Lama kami menunggu karena dokternya juga ada tindakan dahulu. Kami baru masuk ruang konsultasi sekitar pukul 11.30.


Ku ceritakan keluhanku sembari menunjukkan hasil USG dan tes lab kemudian dr. Mathius menyuruhku tiduran untuk di USG lagi. USG lewat perut tidak terlihat apa-apa, setelahnya ku di USG transvaginal baru kelihatan ada polip namun menurut beliau sangat kecil.


Kami bertanya apa bisa segera tindakan, beliau bilang karena hasil lab dan PCR sudah ada paling cepat hari Senin, 24 Agustus 2020 karena Kamis libur dan Jumat cuti bersama. Ya begitulah rumah sakit rasa PNS.


Akhirnya kami memutuskan untuk tindakan di RS Moh Ridwan Meuraksa. Oiya, aku juga harus rontgen thorax dulu. Keseluruhan biaya konsul, USG dan rontgen adalah Rp 540.000,-


Woww sangat beda jauh ya. Ya walaupun pelayanan dan fasilitasnya juga beda jauh, tapi ku berharap semoga penanganan dokternya tetap prima. Mohon doanya ya semoga operasinya berjalan lancar dan pemulihannya cepat. Stay healthy guys!


Setelah pemeriksaan awal di RS Harapan Bunda, aku dianjurkan untuk melakukan USG transvaginal untuk mengetahui lebih detil tentang kondisi rahimku. Seperti yang dr. Bambang arahkan, aku harus menghubunginya ketika hari pertama menstruasi kemudian akan dijadwalkan untuk jadwal kontrol selanjutnya. Hari pertama mens itu tanggal 24 Juli 2020, kemudian dijadwalkan untuk USG transvaginal di RS Harapan Bunda tanggal 6 Agustus 2020.

Pengalaman USG Transvaginal di RS Harapan Bunda
(source: Nakita.ID)

Ini adalah lanjutan pemeriksaan dari artikel ini ya

Pengalaman Cek ke Dokter Kandungan (Obsgyn) di RS Harapan Bunda

USG transvaginal tidak dilakukan oleh dr. Bambang sendiri, melainkan dokter dari RSCM jadi aku ikuti saja arahannya.


Oke, ini kali pertamaku USG transvaginal. Gimana rasanya? Ngga sakit kaya dimasukin cocor bebek kok haha


Jadi nanti alatnya seperti stick gitu dimasukkan melalui vagina tapi ini khusus wanita yang sudah menikah, kalau belum bisa dilakukan melalui rectum. Deg-degan juga karena kita bisa liat monitor yang tersambung dengan layar USG, ya walaupun ngga ngerti arti gambarnya apa sih hehe


Aku tanya soal masa subur, kata dokternya karena pendarahan kemarin itu jadi dia belum bisa memastikannya. Takutnya memang itu sebenarnya menstruasi. Tapi melihat hasil USG, katanya sel telurnya banyak cuma kecil-kecil ukurannya.

Kemudian di USG bagian endometrium. Ketika itu dokter manggil susternya dan berbincang,

“Kamu liat ini, kalau ada pembuluh darahnya berarti polip”


Maknyeeesss aku dengernya

Berarti ada polip di rahimku dan kata dokternya itu juga yang membuat aku sering pendarahan setelah berhubungan. Sedih lah aku, mana kontrol ini ditemani sama adik bukan suami.


Dokter USGnya cuma bicara singkat karena lebih detilnya akan dijelaskan oleh dr. Bambang. Sambil nunggu giliran konsultasi, sambil positive thinking aja (aaaaa tapi aku sebenernya overthinking)


Akhirnya pas kontrol sama dr. Bambang, beliau menggambarkan alat reproduksi wanita kaya gini

polip endometrium


Nah, beliau bilang ada polip sekitar 1cm di sini (nunjukin ke rahim/ endometrium). Terus beliau tanya apa aku pernah pendarahan parah atau ngga, ku jawab ya cuma kemarin saja. (baca: Pengalaman Cek ke Dokter Kandungan (Obsgyn) di RS Harapan Bunda)


Beliau mengatakan akan diobservasi dulu selama 3 bulan karena polip ini bisa saja hilang sendiri. Aku lupa nanya kenapa bisa ada polip ini karena udah blank aja gitu kan. Tapi merujuk dari garis keturunan, kemungkinan aku memang ada bakat genetik seperti ini ditambah hormoku yang tidak stabil.


Oiya, dari hasil USG transvaginal ini Alhamdulillah yang lainnya normal kaya ovarium, rahim, cervix. Selanjutnya aku dikasih rujukan untuk melakukan HSG. Apatuh? Nanti ya next aku ceritain kalau sudah dilakukan

Berikut biaya untuk USG transvaginal di RS Harapan Bunda

biaya USG transvaginal di RS Harapan Bunda


Jadi buat kalian para wanita, kalau ada sesuatu yang sekiranya ngga wajar lebih baik periksakan lebih awal seperti mens tidak teratur, atau darah mens yang terlalu banyak sampai pingsan, dan keluhan lainnya seputar organ kewanitaan. 

Ini pengalamanku ke dokter kandungan (obsgyn) di RS Harapan Bunda. Inginnya sih untuk periksa kandungan, tapi belum dikasih rezekinya. Sudah setahun menikah tapi belum dikaruniai anak. Kalau kami sih ya masih sabar aja, walaupun waktu beberapa bulan setelah pernikahan ya pedes juga denger pertanyaan “udah isi belom?”

Animasi reproduksi kewanitaan
(Source: freepik.com)

Hai pengendara bermotor! Coba kalian cek dulu surat izin mengemudi (SIM) kalian habis tanggal berapa? Jangan sampai telat diperpanjang! Hii,.. Nanti ribet soalnya harus bikin baru lagi. Berikut pengalamanku perpanjang SIM di SIMLING Taman Mini.
Perpanjang SIM di Simling TMII