Sempurna dan Tanda Tanya

Hari ini aku menangisi sesuatu yang mungkin menurut kalian terlalu berlebihan. Aku menangis karena salah satu nilai mata kuliah ku B. Bukankah B sudah bagus? Bukankah harusnya aku bersyukur? Ya semestinya begitu, namun bila kamu yakin kamu telah melakukan usaha semaksimal mungkin dan yakin jawabanmu benar, apa kamu juga akan tetap diam mendapatkan sesuatu yang semestinya kamu bisa mendapatkan lebih?

Bukan aku terlalu perfectionist, tapi aku tahu dimana kemampuanku dan aku yakin bahwa memang seharusnya aku bisa mendapat lebih dari itu. Benar saja, setelah aku temui dosen yang bersangkutan beliau menjelaskan sesuatu yang menurutku seharusnya masih bisa dipertimbangkan. Beliau berkata untuk mencoba memperbaiki nilaiku lagi, semoga saja bisa mendapat sepadan usahaku.

Mungkin tangisanku itu hanya luapan emosi kekecewaanku saja, seharusnya tidak aku buang air mata itu. Ada banyak hal yang sebenarnya lebih menyedihkan, mengecewakan, menyakitkan, daripada hanya sekedar nilai mata kuliah.

Masih dengan perasaan yang kurang baik, aku pulang sendiri menggunakan angkutan umum. Dalam perjalanan, ada sepasang kakek-nenek yang sudah sangat renta. Saat menaiki angkot, sang nenek harus dibantu oleh kakek. Jangankan berjalan untuk berdiri saja nenek sudah susah. Sang nenek terlihat meneteskan air matanya, entah sebelumnya apa yang terjadi namun kakek terlihat seperti marah. Selama di angkot suasana sunyi dan aku hanya mencoba menerka-neraka arti ekspresi nenek-kakek itu. Berulangkali nenek menghapus air matanya, ekspresi kakek juga tidak banyak berubah. Tapi aku bisa melihat sang kakek sangat khawatir terhadap sang nenek.

Saat mereka turun, kakek dengan sabar menggandeng nenek untuk berjalan pelan. Kemudian abang supir pun berkata," kaya gitu cinta sejati tuh kak. Dari muda sampe tua berduaan dorong-dorong gerobak jual minuman. Kadang mangkal di pasar rebo"

Kemudian aku bertanya," terus tadi itu gerobaknya ditinggal?"

"Iya rela ninggalin gerobak kan itu neneknya sakit"

Apapun yang terjadi padaku hari ini tidak ada apa-apanya dibandingkan kisah nenek-kakek itu. Aku bisa melihat bagaimana mereka berdua meski sudah sangat tua tapi masih berjuang hidup bersama. Bagaimana kecintaan kakek yang terpancar dari ekspresi yang sangat khawatir, bagaimana kakek masih menjaga dan melindungi nenek. Aku bersyukur nenek-kakek ku juga masih seperti itu dan dalam keadaan yang berkecukupan. 

Pengalaman hari ini membuatku membuka mata dan hati. Aku bisa berusaha untuk mendapatkan yang terbaik untuk diri sendiri tapi kadang Kita harus melepas ego itu untuk menjadi yang terbaik bagi orang lain. Hidup tidak untuk menjadi sempurna, tapi untuk bahagia. Dan kebahagiaan itu tercipta saat kita bersyukur. :)

0 komentar:

Post a Comment