Cerita Pendek: Bukan Mimpiku

Waktu SMA, sekitar tahun 2009, gue bikin cerpen campuran antara kehidupan nyata ditambah imajinasi. Ya bisa dibilang mah kaya karangan singkat. Jadi ceritanya itu gue suka sama cowo yang cukup keren dan famous lah waktu itu, terus....
Kalo penasaran baca sendiri aja, tapi endingnya itu hanya fiksi belaka. :)



Bukan Mimpiku

Dari kejauhan, Nara pun sudah bisa mengenali siapa yang berjalan di seberang lapangan sana. Mungkin baginya memandangi Lucas dari kejauhan pun sudah cukup menyenangkan hatinya. Matanya tak lepas memandangi seorang laki-laki tampan yang mungkin hanya ada di mimpinya saja.
“Huh, biarlah walau cuma bisa melihat dari sini.” Katanya dalam hati.
Nara seperti tersihir oleh ketampanan Lucas, sampai-sampai dia tak menyadari jika Kendi sudah cukup lama memperhatikan di sebelahnya.
“Heh!! Nggak usah sampe segitunya kali ngeliatin tuh cowok! Hahaha..” Kendi menyadarkan Nara dari lamunannya.
“Woo!! Sirik aja lo! Nggak seneng banget sih ngeliat temen seneng!” sahut Nara dengan sedikit kesal.
“Iya deh maaf. Tapi gue tuh kasian ngeliat lo yang tiap hari kerjaannya cuma ngeliatin si Prince Charming itu. Kenalan dong! Kan asik tuh jadinya.”
Nara terdiam mendengar perkataan Kendi. Tanpa Kendi sadari, perkataannya itu membuat Nara semakin berfikir bahwa dia terlalu bermimpi. Bahkan berkenalan saja, mungkin merupakan beban yang sangat berat baginya.
Kendi memang sahabat Nara, tetapi bukan berarti dia tahu semuanya. Dan ada satu hal yang tak dia ketahui dari Nara, bahkan Nara pun tak pernah menceritakan masalah satu ini ke siapa pun. Kendi pun seringkali bertanya-tanya mengapa Nara selalu terdiam jika dia Tanya mengenai Lucas. Tetapi pertanyaannya itu sampai saat ini masih belum bisa terjawab.
“Ah, udahlah!! Gue cuma bercanda kali.” Sambar Kendi yang sedih melihat raut wajah Nara yang berubah sedih.

Seharian ini Nara tak tampak seperti biasanya. Nara yang biasanya tak bisa diam, hari ini menanggapi lelucon teman-temannya pun dia hanya tersenyum. Hingga bel pulang yang biasanya dia sambut dengan celotehan riang, tetapi hari ini tak ada yang menyenangkan baginya.
Pulang sekolah, Nara ada jadwal latihan ekskulnya. Dan hari itu juga merupakan jadwal anak futsal, yang merupakan ekskul Lucas untuk latihan.
Saat Nara sedang berlatih color guard, tanpa diduga ada bola melesat dan mengenai tangan Nara yang ketika itu sedang memegang tongkat latihan. Karena kencangnya bola mengenai tangannya dan secara tak sengaja pun tongkat yang dia pegang menggores pipinya hingga berdarah.
“Aaaauuww!!” teriaknya kesakitan dan reflek langsung memegangi pipinya yang tergores cukup panjang.
Teman-teman yang satu ekskul dengan Nara langsung bergegas menolong Nara. Nara segera dibawa ke UKS karena lukanya mengeluarkan banyak darah.
Setelah hampir satu jam, Nara hanya bisa beristirahat di UKS. Wajahnya tampak begitu pucat. Tetapi ketika teman-temannya menyarankan untuk pulang, dia lebih memilih untuk istirahat di UKS dahulu.
Nara hanya sendiri di UKS. Ketika itu Nara sedang memejamkan matanya menahan perih. Lalu tiba-tiba ada seseorang yang masuk dan mendekatinya.
“Sorry yah tadi kena senteran bola gue. Sampe lo luka gini.” Suara laki-laki yang menendang bola ke arah Nara.
Nara tidak mengetahui siapa dia. Dan ketika dia membuka matanya, sesuatu yang sangat tak dia duga. Ternyata Lucaslah orang yang ada dihadapannya.
Nara terpaku melihat sosok yang selama ini hanya ada di mimpinya sedang berdiri dihadapannya.
“Lo udah baikan?” Tanya Lucas dengan wajah sedikit khawatir. Nara masih belum sadar kalau dia sedang diajak berbicara dengan Lucas. “Eh, ditanya malah bengong!” Lucas menyadarkan Nara.
“Oh, apa? Ehm, iya udah agak baikan kok. Cuma masih rada perih, sama kepala gue juga pusing.” Jawab Nara gugup.
“Oh, sorry banget yah. Aduh, beneran gue nggak sengaja nendang ke arah lo.” Lucas meminta maaf dengan raut wajah bersalah.
“Iya nggak apa-apa kok. Iya masa, lo tega benget sengaja nendang ke arah gue?? Hahaha.” Jawaban Nara membuat mereka tertawa, tapi tiba-tiba Nara menjerit karena lukanya tertarik akibat tertawa.
“Oh iya, nama lo siapa?” Tanya Lucas. “NARA.” Jawab Nara singkat.
“Ra, nanti lo pulang gue anter yah. Gue  takut ntar lo kenapa-kenapa lagi di jalan. Tadi kan kata lo, kepala lo pusing tuh. Mau nggak?” Tawaran Lucas seperti mimpi bagi Nara. Laki-laki yang dia idamkan menawarkan dia untuk pulang bareng.
Dengan segera Nara mengiyakan tawaran Lucas.
Setelah kejadian itu, setiap hari Nara bertambah dekat dengan Lucas. Hari-harinya tak pernah lagi diiringi oleh lamunan-lamunan kosong.
Suatu ketika Nara teringat satu beban pikirannya. Lucas yang sekarang dia anggap lebih dari teman pun tak dapat dia beritahukan masalah yang selama ini menghantuinya.
“Lucas, gue minta maaf yah.” Tiba-tiba Nara mengucapkan maaf kepada Lucas. Lucas tak mengerti maksud dari permintaan maafnya itu.
Keesokan harinya, Nara tak masuk sekolah, tak ada yang tahu mengapa Nara tak masuk, bahkan Kendi pun tak tahu. Lucas dan Kendi mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi nihil hasilnya. Mereka sudah putus asa.
Setelah beberapa bulan tak ada kabar, Nara tiba-tiba menghubungi Kendi dan dia juga menjelaskan alasan mengapa tiba-tiba dia pergi meninggalkan mereka.
Nara menderita penyakit yang cukup parah dan dia harus menjalani terapi untuk penyembuhan. Walaupun belum sembuh total, tetapi kondisi kesehatannya jauh lebih baik. Nara sengaja merahasikannya karena dia tak mau masalahnya menjadi beban pikiran orang lain.
“Tapi nggak gini caranya, ra! Gue nyesel sama lo! Dan lo tau, lo bakalan sangat nyesel udah kaya gini!” Kendi sedih sekaligus kecewa atas sikap Nara. Nara juga tidak mengerti kenapa dia harus menyesal dengan tindakannya ini.
Esoknya, Nara diajajak ke suatu tempat yang Nara tak mengerti kenapa Kendi mengajaknya ke tempat itu.
“Lo liat!” Kendi menunjukan sesuatu pada Nara. Lalu Nara langsung terjatuh lemas. Air matanya mengalir deras dan dia baru memahami maksud dari perkataan Kendi padanya.
“Lo ninggalin Lucas tanpa kabar apapun! Tiap hari dia nyariin lo, selalu coba ngehubungin lo! Tapi, nihil! Sampe suatu hari dia tuh nyari lo sampe malem. Dan ini hasil akhirnya!” emosi Kendi meledak dan air matanya pun sudah tak terbendung lagi.
Sambil menangis Nara berkata dengan terbata-bata, “Sumpah, Kendi gue nyesel banget! Bukan ini yang gue mau. Bukan ini mimpi gue! Gue tau sekarang penyesalan gue pun udah nggak guna. Emang semua ini salah gue! Iya kan, Ken? Lucas, gue minta maaf sama lo…!” Uraian air mata Nara semakin deras. Dan dia pun tak dapat berucap kata lagi. Yang kini bisa dia lakukan hanya memeluk nisan dihadapannya.
“Sekarang kita berdoa aja, semoga dia tenang di sana. Dan jangan buat dia sedih dengan lo nyalahin diri lo atas semua ini. Dan yang harus lo inget, seberat apapun masalah lo itu, lo tetep harus cerita. Jangan tiba-tiba lo menghilang tanpa kabar. Itu nggak akan nyelesain masalah, malah nambah masalah. Udah ya jangan sedih lagi.” Kendi menenangkan Nara yang terlarut dalam air mata.
Tetesan hujan mengiringi penyesalan yang sudah tak ada artinya lagi. Kini biarkan dia bahagia di sana, dan lanjutkan hidup yang tak’kan pernah bisa kau sangka apa yang akan terjadi selanjutnya.


0 komentar:

Post a Comment